Thursday, May 15, 2014

LAMARANMU KU TOLAK!





Sebelumnya mungkin teman-teman sudah pernah membaca kisah ini. Ini adalah catatan lama yang sudah sering di share, tapi masih tetap asyik dibaca.
Kisah sederhana, jenaka tapi penuh makna.



Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta’aruf yang singkat dan hikmat mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.
Sang lelaki sendiri harus maju menghadapi lelaki lain : ayah sang perempuan. Dan ini tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.

Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan separuh agamanya.
Maka di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya untuk ‘merebut’ sang perempuan muda dari sisinya.
“Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?” Tanya sang setengah baya.
“Iya Pak.” Jawab sang muda.
“Engkau telah mengenalnya dalam-dalam?” Tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
“Ya Pak, sangat mengenalnya.” Jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
“Lamaranmu ku tolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bsa mengizinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!” balas sang setengah baya. Si pemuda tergagap, “Engga kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan yang lalu.”
“Lamaranmu ku tolak. Itu serasa ‘membeli kucing dalam karung’ kan, aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau ngga tahu aku ini siapa?” balas sang setengah baya keras.
Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda.
Bisiknya, “Ayah, dia dulu aktivis lho.”
“Kamu dulu aktivis ya?” Tanya sang setengah baya.
“Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti orba di kampus.” Jawab sang muda, percaya diri.
“Lamaranmu ku tolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan romboangan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?”
“Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga Cuma kecil-kecilan. Banyak yang ngga datang kalau saya suruh berangkat.”
“Lamaranmu ku tolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?”
Sang perempuan berbisik lagi, membantu, “Ayah, dia pinter lho.”
“Kamu lulusan mana?”
“Saya lulusan Teknik Mesin UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kamu sedang menghina saya  yang cuma lulusan STM init ho? Menganggap saya bodoh kan?”
“Enggak kok Pak. Wong saya juga ngga pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IP nya juga Cuma dua koma Pak.”
“Lha, lamaranmu ya ku  tolak. Kamu saja bego begitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?”
Bisikan itu datang lagi, “Ayah, dia sudah bekerja lho.”
“Jadi kamu sudah bekerja?”
“Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling jawa dan sumatera jualan produk saya Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kalu kamu keliling jawa dan jalan-jalan begitu, kamu ngga bakal sempat memperhatikan keluargamu.”
“Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja ngga terlalu laku.”
“Lamaranmu tetap ku tolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamuya, akalu kerja saja ngga becus gitu?”
Bisikan itu datang kembali,”Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya.”
“Rencananya maharmu apa?”
“Seperangkat alat sholat Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kami sudah punya banyak. Maaf.”
“Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang lima puluh juta Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kau piker aku matre? Dan menukar anakku dengan uang dan ems begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.”

Bisikan, “Dia jago IT lho Pak.”
“Kamu bisa apa itu internet?”
“Oh iya pak, saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho pak saya nge-net.”
“Lamaranmu ku tolak. Nanti kamu Cuma bisa nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan ngga ngurus anak istrimu di dunia nyata.”
“Tapi saya nge-net Cuma ngecek email saja kok Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Jadi kamu ngga ngerti facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku ngga mau punya mantu gaptek gitu.”

Bisikan, “Tapi Ayah…”

“Kamu kesini tadi naik apa?”
“Mobil Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya? Itu namanya Riya’. Nanti hidupmu  juga bakal boros, harga BBM kan makin naik.”
“Anu, saya Cuma mbonceng mobilnya temen kok Pak. Saya ngga bisa nyetir.”
“Lamaranmu ku tolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?”
Bisikan, “Ayah…”

“Kamu merasa ganteng ya?”
“Ngga Pak. Biasa saja kok.”
“Lamaranmu ku tolak. Mbok, kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini.”
“Tapi Pak, di kampung  sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak.”
“Lamaranmu ku tolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!”

Sang perempuan kini berkaca-kaca, “Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya? Selain tentang harta dan fisiknya?”
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.

“Nak, apa adakah yang engkau hafal dari Al-Qur’an dan hadits?”

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya,

“Pak, dari tiga puluh juz saya Cuma hafal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits pun Cuma dari Arba’in yang terpendek pula.”
Sang setengah baya tersenyum,
“Lamaranmu ku terima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih.” Mata sang muda ikut berkaca-kaca.
Ini harus Happy Ending, bukan?

2 comments: