Monday, June 30, 2014

Kuberikan Suaraku Untukmu Jenderal



Pemilihan presiden tahun ini mungkin menjadi ajang pesta demokrasi “paling meriah” sepanjang sejarah. Selain hanya terdapat dua kandidat, masing-masing kandidat pun memiliki sisi kontroversial yang sangat menarik untuk di ulas. H-7 pencoblosan suhu politik semakin tinggi. Euforia pilpres bahkan mengalahkan dahsyatnya euphoria Piala Dunia. Semakin mendekati hari pencoblosan berbagai negative Campaign bahkan Black Campaign dari masing-masing kubu gencar dilancarkan. Negative Campaign mungkin masih ‘agak’ bisa di tolerir dibanding Black Campaign yang cenderung menimbulkan fitnah.  Media pun sekarang sudah tidak lagi netral. Banyak media yang sudah memiliki keberpihakan terhadap capres tertentu sehingga dalam pemberitaannya cenderung lebih menguntungkan capres yang di dukung. Untuk masyarakat menengah keatas dengan kecerdasannya tentu bisa menentukan dengan mudah manakah capres yang patut mereka pilih dengan menyortir berita-berita yang di keluarkan dari berbagai media yang sekarang sudah banyak yang tidak adil itu. Namun bagaimana bagi masyarakat bawah yang hanya melihat dan mendapatkan informasi dari media televisi lewat iklan-iklan visi misi yang di usung? Padahal televisi saja tidak cukup untuk mencari tahu profil dan rekam jejak masing-masing capres.

Mengenai  Prabowo

Pertama kali saya tahu Prabowo itu ketika beliau muncul di iklan Partai Gerindra untuk kebutuhan promosi  5 tahun silam. Tepatnya di bulan April tahun 2009. Kesan pertamaku terhadap beliau bisa dikatakan cukup negative. Kenapa? Karena saya pernah menemukan nama beliau sebagai dalang kerusuhan 98 dan penculik aktivis dalam sebuah surat kabar. Terbayang dalam benak betapa kejam dan jahatnya beliau. Tapi dibalik pemikiran tersebut, terselip sebuah pertanyaan besar dalam otak, “Mengapa orang ini masih bisa berkeliaran bebas? Bukannya dia dulu adalah seorang pemberontak yang berusaha ingin mengacaukan negara?”
Seiring berjalannya waktu, apalagi ketika itu saya masih SMA yang tentu memiliki segudang kegiatan sekolah dan belajar, pertanyaan ini pun sirna tanpa pernah sedikitpun saya berniat untuk mencari jawabannya.

Satu bulan setelahnya (di tahun yang sama) saya kembali melihat beliau dalam iklan. Kali ini seputar PILPRES. Kala itu beliau berpasangan dengan Ibu Megawati. Lagi-lagi pertanyaan itu muncul kembali seolah ingin me-refresh kembali memori. “Nah, kok muncul lagi si pemberontak ini. Sekarang malah di gandeng Megawati buat pilpres pula. Kok Megawati mau ya menggandeng orang yang bermasalah ini. Kenapa?”
Dan lagi-lagi pertanyaan itupun menghilang dengan sendirinya karena saya tidak terlalu antusias dengan pemilihan presiden. Saya apatis terhadap pertanyaan yang sebetulnya menggelitik itu.

5 tahun kemudian beliau muncul kembali di layar televisi untuk maju dalam pilpres 2014. Seperti pada  peristiwa dua kali sebelumnya, pertanyaan ini muncul kembali dalam benak. Tapi kali ini saya tertantang untuk mencari jawabannya. Apalagi pilpres sekarang hanya diikuti oleh dua kandidat.
Saya sangat penasaran dengan jawaban atas pertanyaan yang sebetulnya sederhana itu. Akhirnya saya pun mulai mencari data-data dan fakta yang sebenarnya tentang beliau.
Betapa terkejutnya saya, ketika menemukan jawaban dari beberapa artikel yang saya baca, bahwa beliau BUKANLAH DALANG KERUSUHAN DAN PENCULIK AKTIVIS seperti yang surat kabar itu tuliskan. Beliau hanyalah KAMBING HITAM atas kebejatan moral para Jenderal atasan beliau yang haus akan jabatan dan kekuasaan. Ya Allah.. Benarkah? Seorang manusia yang saya pandang KEJAM itu sebenarnya dia adalah hamba-Mu yang sedang di dzolimi. Air mata pun mengalir membaca cerita yang di tuliskan tentang kebenaran beliau. Berawal dari sinilah akhirnya saya simpati terhadap sosok beliau. Dalam hati saya berkata, “Terima kasih ya Allah atas akal sehat yang Kau berikan untukku. Karena berawal dari akal sehat itulah muncul sebuah pertanyaan logika sederhana yang mendorongku untuk mencari jawabannya. Dan berkat akal sehat yang Kau berikan aku mampu mencari kebenaran itu.”

Memutuskan Untuk Memilih
Saya sudah menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini meggelayut dalam pikiran. Pertanyaan yang nyaris selalu terpojokkan oleh keadaan yang membuat saya melupakannya. Saya anggap masalah yang satu ini BERES. Sekarang giliran waktunya untuk menentukan pilihan. Sebagai warga negara yang baik, saya ingin bijak dalam menentukan pilihan. Rasa simpati saya pada Prabowo tidak serta merta menjadikan saya langsung memilih beliau. Saya ingin menjadi manusia yang adil, dan untuk mewujudkannya saya harus kembali mengenal lebih dalam kedua capres. Saya tidak boleh hanya menilai kelebihan satu capres saja. Ada 5 tahapan yang saya jadikan acuan dalam menentukan pilihan ini.

1. Saya harus mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua capres.
2. Saya juga harus mempertimbangkan manfaat dan mudharat dari keduanya.
3. Saya harus melihat kepribadian dan rekam jejak keduanya.
4. Melihat visi dan misi keduanya, dan melihat performa mereka dalam debat.
5. Barulah yang terakhir saya meminta pertolongan Allah untuk memberikan petunjuk siapakah yang terbaik yang harus saya pilih.

Saya akui, sangat sulit untuk menentukan pilihan itu. Apalagi saat ini suhu politik menjelang pilpres sedang memanas. Banyaknya kampanye negative dan kampanye hitam dari dan untuk keduanya menambah keruh pikiran. Saya semakin sulit untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Setelah melakukan 4 tahapan diatas, tibalah pada tahapan terakhir untuk memantapkan hati dalam memilih yaitu shalat istikharah. 


Istikaharah pertama tidak membuahkan hasil, tak ada petunjuk apapun yang Allah berikan. Lalu esoknya saya coba lagi. Sambil terus menggali informasi dan berusaha menyortir berita dengan akal sehat. Karena sekarang ini media pun sudah tidak netral dan ini semakin menyulitkan saya untuk memilih. Istikharah kedua pun, NIHIL. Tanpa putus asa, esoknya saya coba lagi. Saya tidak boleh GOLPUT. TIDAK! Sebagai warga negara yang baik saya harus turut memberikan hak suara saya. Istikharah ketiga saya mulai mendapatkan pencerahan. Kekuatan hati saya cenderung terhadap Pak Prabowo. Bukankah Allah memberikan jawaban atas Istikharah kita melalui dua cara? Yang pertama, bisa melalui mimpi dan yang kedua melalui keyakinan hati. Tapi saya merasa belum puas, maka saya coba lagi untuk istikharah yang keempat. Alhamdulillah di istikharah yang terakhir ini Allah memberikan jawabannya kepada saya dalam bentuk mimpi. Dalam mimpi, saya melihat burung garuda yang terbang dengan gagahnya di langit. Bukankah burung garuda itu identik dengan  Prabowo? Lambang partainya kepala garuda, dan lambang yang sekarang digunakan untuk pilpres pun garuda merah. Alhamdulillah, setelah melakukan pengenalan yang mendalam tentang kepribadian dan rekam jejak keduanya, mengetahui kelebihan dan kekurangannya, mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya, melihat visi misi dan penampilan mereka dalam debat, lalu yang terakhir  melakukan istikharah, saya pun MANTAP MEMILIH PRABOWO – HATTA 9 Juli nanti.


Pasca Pemantapan Pilihan

Setelah memantapkan pilihan, saya mulai memberanikan diri untuk memberitahukan pada yang lain. Orang pertama yang saya beri tahu adalah suami. Alhamdulillah ternyata suami pun satu suara, jadi tak perlu berbicara panjang lebar untuk menjelaskan alasan mengapa saya memilih beliau.
Lalu orang kedua yang saya beritahu adalah orang tua. Alhamdulillah, walau harus menjelaskan panjang lebar mereka mampu menangkap apa yang saya jelaskan. Mereka pun mendukung keputusan saya yang lain daripada yang lain. Mengapa saya berkata demikian? Karena hanya saya dan suami yang mungkin berbeda jalur dalam hal pilihan capres, karena seluruh keluarga besar saya memilih nomor 2. Entah karena mereka mungkin lebih cocok kepada nomor dua atau karena ada rasa “tidak enak” terhadap saudara kami (adik sepupu nenekku) yang berhasil menjadi anggota legislatif dan duduk di kursi DPRD dari fraksi PDIP.  
Ketika saya mengatakan bahwa saya akan memilih nomor 1, mereka bertanya “kenapa?” . Kakekku bahkan bilang, “Ah, ngga mau saya pilih Prabowo. Kejam dia orangnya.” Astaghfirullah sabar-sabar, tidak boleh emosi dalam menjelaskan alasan. Saya mencoba untuk menjelaskan sebijak mungkin, sesuai dengan yang saya baca, yang saya ketahui dari informasi yang saya dapatkan dari internet, tidak ditambahkan dan tidak di kurangi.  Saya menjelaskan dengan panjang lebar tentang kebenaran yang sebenarnya. Tapi sayang semua itu NIHIL. Mereka tak merespon sama sekali.  
 
Bahkan pernah suatu kali saya hampir bertengkar dengan sepupu karena perbedaan pilihan ini. Saat itu, saya hanya ingin menekankan padanya untuk memilih secara bijak. Jangan selalu mengedepankan sisi emosional. “Pokoknya no 2, Pokoknya ini, Pokoknya itu.”
Saya juga tidak memaksanya untuk memilih capres pilihan saya. Sama sekali tidak. Saya hanya ingin dia bijak dalam memilih. Cobalah cari kelebihan dan kekurangan keduanya, jangan hanya mengetahui kelebihan yang satu saja. Rasanya tidak bijak jika kita memilih seperti itu. Tapi yaa sudahlah, lagi-lagi ocehan saya tidak berguna sama sekali. Tidak apa apa, saya tetap yakin kebenaran akan terungkap seiring berjalannya waktu seperti kata pepatah, “KEBENARAN MUNGKIN BISA SAJA KALAH. TAPI KEBENARAN TIDAK AKAN PERNAH SALAH.”


Secuil Aspirasi untuk Calon Presidenku, Prabowo Subianto

Yang terhormat Bapak Prabowo Subianto
Jika kelak Bapak terpilih menjadi Presiden (dan saya doakan agar bapak terpilih,) saya hanya memohon 3 hal.

Pertama, Perkuat pertahanan negeri kita terutama untuk wilayah-wilayah perbatasan. Saya tidak ingin lagi mendengar ada pencaplokan wilayah atau tapal batas, saya tidak ingin lagi mendengar negara lain mengklaim kebudayaan kita. Saya tidak ingin lagi mendengar hal itu Pak. Maka dari itu, saya memohon kepada Bapak untuk menguatkan kembali pertahanan dan keamanan negara kita. Bapak tentu memiliki cara sendiri untuk mengatasinya, melihat bahwa latar belakang Bapak pun dari militer.

Kedua, sejahterakan rakyat.  seperti yang Bapak selalu bilang bahwa Bapak ingin, “Wong cilik iso gemuyu.” Tunaikanlah janji itu Pak. Sebagai rakyat kecil, saya merasakan bagaimana sulitnya hidup dalam himpitan ekonomi. Paman saya pun sampai harus pergi ke Kalimantan hanya untuk sesuap nasi dan menghidupi anak istrinya. Saat disana paman saya juga bercerita bagaimana mudahnya akses menuju negara tetangga  dibanding menuju pusat kota untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Alhasil mereka lebih banyak memakan atau memakai barang-barang produksi negara tetangga karena harga yang lebih murah. Entah kenapa saya merasa sedih mendengarnya. Ini membuktikan pendistribusian barang ke tempat-tempat atau wilayah-wilayah perbatasan tidak sampai atau tidak merata. Mudah-mudahan jika Bapak jadi presiden hal ini dapat diatasi. Bagi saya pribadi, pemimpin yang merakyat bukanlah dia yang selalu blusukan. Tapi pemimpin yang merakyat adalah dia yang mampu mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan rakyat. Karena presiden itu adalah pemikir, pengambil keputusan, penentu kebijakan bukan eksekutor.

 
Dan yang ketiga, jika Bapak nanti terpilih jadi presiden, jadikanlah Indonesia sebagai macan asia lagi Pak seperti yang Bapak selalu bilang. Jadikan Indonesia negara yang berdiri di kaki sendiri, negara yang disegani, di hormati , di perhitungkan dan dipandang sama dengan negara lain. Dengan jumlah penduduk yang besar, kebudayaan yang bermacam, sumber daya alam yang melimpah dan dipimpin oleh pemimpin bertangan besi dan tegas seperti Bapak, bukan tidak mungkin Indonesia memang betul-betul akan bangkit. Saya tak sabar menunggu hari dimana para rakyat kecil mampu  tersenyum karena kenyang. Menunggu hari dimana bangsa lain memandang segan terhadap negeri kita ini. Wujudkan hal itu Pak. Saya menaruh kepercayaan besar terhadap Bapak. Saya yakin Bapak mampu membawa Indonesia menjadi BANGSA YANG BESAR. 

#PrabowoHatta #SelamatkanIndonesia #IndonesiaSatu

7 comments: