“ Ya Allah Engkau adalah Tuhanku,
Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku sedang
aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji-Mu (Yaitu selalu menjalankan
perjanjian-Mu untuk beriman dan ikhlas dalam menjalankan amal ketaatan
kepada-Mu) dengan semampuku, aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan
yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku
mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang boleh
mengampuni segala dosa kecuali Engkau.”
Kapan membacanya ?
“Barangsiapa mengucapkannya di
siang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia meti pada hari itu
sebelum petang hari, maka dia termasuk penduduk syurga dan siapa yang mengucapkannya
di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati
sebelum subuh maka dia termasuk penduduk syurga.”
(H.R.
Al-Bukhari – Fathul Baari 11/97)
Kandungan Maknanya ?
Ini adalah doa agung yang mencakup
banyak makna : taubat, merendahkan diri kepada Allah Tabaraka Wa Ta’ala dan
kembali kepada-Nya Nabi SAW menamainya sebagai sayyidul istighfar (penghulu
istighfar) yang demikian itu karena melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal
keutamaannya. Dan lebih tinggi dalam hal kedudukan. Diantara makna sayyid
adalah orang yang melebihi kaumnya dalam hal kebaikan dan yang berkedudukan
tinggi di kalangan mereka.
Keutamaan doa ini dibanding bentuk
istighfar yang lain adalah :
Ø Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wassalam mengawalinya
dengan pujian kepada Allah dan pengakuan bahwa dirinya adalah hamba Allah
sebagai makhluk ciptaan-Nya (Penatapan Tauhid Ar-Rububiyah), Dan bahwa Allah
adalah Al ‘ Ma’buud (sesembahan) yang haq dan tidak ada sesembahan yang haq
selain-Nya. Maka Dia adalah satu-satunya yang berhak diibadahi dan ini
merupakan realisasi Tauhid Al-Uluhiyyah.
Ø Pernyataanya bahwa ia senantiasa tegak di atas
janji dan kokoh di atas ikatan berupa iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya,
seluruh nabi dan Rasul-Nya. Menjalankan segenap ketaatan kepada Allah dan
perintah-Nya. Ia akan menjalani sesuai kemampuan dan kesanggupannya.
Ø Kemudian dia berlindung kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’Ala dari seluruh kejelekan apa yang telah dia perbuat, baik sikap kurang
dalam menjalani apa yang Allah wajibkan baginya yaitu mensyukuri nikmat-Nya
ataupun berupa perbuatan dosa. Dalam hal ini Rasulullah SAW menisbatkan
keburukan kepada diri beliau sendiri, bukan kepada Allah Ta’Ala dan ini
merupakan bentuk cara beradab kepada Allah, meskipun kita yakin bahwa segala
sesuatu baik yang baik maupun yang buruk semuanya berasal dari Allah dan karena
takdir-Nya.
Ø Kemudian ia mengakui akan nikmat Allah yang
terus datang beruntun dan anugerah-Nya serata pemberian-Nya yang tiada pernah
berhenti.
Ø Dan dia menngakui atas dosa-dosanya, sehingga
ia pun lantas memohon ampunan kepada Allah SWT dari itu semua dengan segenap
pengakuannya bahwa tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Allah
SWT.
Ini adalah paling sempurna apa yang ada pada
sebuah doa. Karena itu ia menjadi seaagung-agungnya bentuk istighfar dan yang
paling utama dan paling luas kandungan maknanya yang mesti akan mendatangkan
ampunan bagi dosa-dosa.
Hanyalah yang mengucapkan doa ini dan
menjaganya yang akan memperoleh janji yang mulia dan pahala serta ganjaran
besar ini, karena ia telah membuka harinya dan menutupnya dengan penutupan
Tauhidullah baik Rububiyah-Nya dan Uluhiyyah-Nya. Dan pengakuan dirinya sebagai
hamba yang siap menghamba dan persaksiannya terhadap anugerah dan nikmat Allah.
Pengakuannya dan kesadarannya akan kekurangan-kekurangan dirinya dan permohonan
maaf dan ampunan dari Dzat yang Maha Pengampun, diiringi dengan rasa tunduk dan
rendah di hadapan-Nya untuk senantiasa patuh dan taat kepada-Nya. Ini semua
merupakan cakupan makna yang utama dan sifat yang mulia yang ia buka dan tutup
lembaran siangnya. Yang pantas bagi orang yang mengucapkan dan menjaganya
mendapat maaf dan ampunan. Terbebas dari neraka dan masuk surga.
Wallahualam Bishowab
Kita memohon kepada Allah Yang Maha
Mulia keutamaan dan anugerah-Nya.
Allahumma Anta Robbi, Laa Ilaaha Illa Anta,
Kholaqtani wa ana abduka, Wa ana ‘ alaa’ ahdika wa wa’dika mastatho’tu,
Audzubika min syarri maa shona’tu, Abu’u laka bi ni’matika ‘ alayya wa abu’u
laka bidzanbi faghfirlii fainnahu laa yaghfiru dzunuuba illa Anta
(Lihat kitab Fiqhul Ad’iyyah wal adzkar
11/17-20. As syaikh Abdur Rozaq bin abdil Muhsin Al Badr)
amin
ReplyDeletefake danisa butter cookies